AKU
TELAH MENANG! DEMI TUHAN KA’BAH!
Malam 19 Ramadhan, Imam berbuka di rumah Sayyidah Ummu Kultsum, Di bulan Ramadhan kali ini, Imam sering berbuka puasa di rumah putra-putrinya secara bergantian, terkadang di rumah Imam Hasan as, terkadang di rumah Imam Husain as, di rumah Sayyidah Zainab atau di rumah Sayyidah Ummu Kaltsum.
Usai berbuka, Imam kemudian
shalat dan berdo’a. Imam terus menerus melaksanakan sholat, bersujud dan
bermunajat. Berkali-kali pula Imam memandang bintang-bintang yang berkerlap
kerlip di langit dan berkata,
“ Sungguh, aku tidaklah
berbohong, tidak pula memberi pernyataan yang keliru, malam ini adalah malam
yang telah dijanjikan untukku.”
Imam meneruskan ibadahnya, membaca surah
Yasin, sesaat kemudian mengucap,
“ Inna lillahi wa inna ilaihi
roji’un” beberapa kali pula beliau mengucapkan, “ La
haula wa la quwwata illa billahi al ‘aliyyil ‘adhim. ” “ Ya Allah, jadikanlah kematian sebagai
keberuntungan bagiku.”
Sayyidah Ummu Kultsum yang
melihat ayahandanya seperti gelisah , bertanya,
“ Oh Ayah, Ayah tampak gelisah
hari ini.”
Imam Ali menjawab pertanyaan
putrinya , Sayyidah Ummu Kultsum,
“ Akhirat ada di hadapanku, aku
akan menemui Tuhanku.”
Mendengar jawaban ayahandanya, air
mata menggenang di pelupuk mata Sayyidah Ummu Kultsum,
“ Ayah, janganlah pergi ke Masjid
hari ini. ada Ju’dah bin Hubayrah, mintalah ia untuk mengimami shalat.” Ucap Sayyidah
Ummu Kultsum berusaha mencegah kepergian Imam.
Imam melihat kesedihan Sayyidah
Ummu Kultsum, beliau berkata,
“ Putriku, tak ada yang bisa
menghindar dari takdir yang telah ditetapkan Allah.”
Malam sudah menjelang fajar,
Muazzin, ibn Tabaj memberi tahukan bahwa waktu shalat shubuh hampir tiba. Imam
beranjak dari Rumah Sayyidah Ummu Kultsum menuju masjid kufah.
Sampai di pekarangan rumah,
Angsa-angsa peliharaan yang ada disana tiba-tiba bersuara keras, hewan-hewan
ini seperti berebut menghalangi Imam Ali keluar dari halaman rumah, mereka seolah
berusaha menghadang Imam sambil mengepak-ngepakkan sayapnya , atau bahkan seperti
menarik-narik ujung jubah Imam dengan terus bersuara keras.
Salah seorang yang bersama Imam
maju ingin menyingkirkan angsa-angsa tersebut, namun Imam melarangnya.
“ Biarlah, sebentar lagi,
teriakan-teriakan ini akan disusul oleh tangisan.” ucap beliau.
Imam Hasan atau Sayyidah Ummu
Kultsum yang berada di sana berkata,
“ Wahai Ayah, apa yang kau
katakan?
“ Ini adalah kebenaran yang
terucap dari mulutku.” jawab Imam
Kemudian beliau memandang
Sayyidah Ummu Kultsum dan berkata,
“ Wahai Putriku, burung-burung
ini tak bisa berbicara, peliharalah dan beri mereka makan, jika kau tak sanggup
melakukannya, maka lepaskanlah mereka, sehingga mereka bebas berkeliaran di atas
bumi untuk mencari makan.”
Sayyidah Ummu Kultsum memandang
kepergian Imam dengan linangan air mata, Imam Hasan yang hendak menemani beliau waktu itu, tak diizinka
oleh Imam. Beliau kemudian bergegas menuju masjid, meneriakkan panggilan
shalat, bahkan membangunkan beberapa orang yang tertidur untuk melaksanakan
shalat, diantaranya Abdurrahman ibn Muljam.
Saat Imam tengah mengimami shalat, Abdurrahman bin Muljam, yang telah
merencanakan pembunuhan terhadap Imam jauh-jauh hari sebelumnya segera mengambil kesempatan itu. Ia memukulkan
pedangnya yang telah diolesi racun yang sangat kuat ke kepala Mulia Imam Ali
as.
Seketika kepala itu retak dan berlumuran darah. membasahi wajah dan janggut mulia Imam.
“ Dengan nama Allah, dan di atas
agama Rasulullah, AKU TELAH MENANG, DEMI
TUHANNYA KA’BAH. Wahai sekalian
manusia, putra si Yahudi ibn Muljam, telah membunuhku.”