Di suatu kelas di Taman Kanak-Kanak,seorang murid ditanya oleh gurunya,
"Kazim, kalau Ibu beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu tambah sebuah lagi, kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi,berapa buah apel yang Kazim punya?" tanya sang guru.
Dengan antusias kazim mulai menghitung menggunakan jari jarinya, khas anak kecil.
Setelah merasa menemukan jawaban yang tepat,dengan mata berbinar Kazim menjawab lantang,
"Empat Bu guru..!"
Ibu Guru mengernyitkan dahi. Tak puas dengan jawaban Kazim, iapun mengulang kembali pertanyaannya,
"Kazim, dengarkan pertanyaan Bu guru baik baik ya? Kalau Ibu beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu tambah sebuah lagi kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi, berapa apel yang Kazim punya?"
Melihat gurunya kecewa atas jawaban pertama yang ia berikan tadi, Kazim berusaha dengan lebih keras menjumlahkan. Jari-jarinya ditekuk kemudian dihitung sambil mulutnya komat-kamit menghitung. Kemudian sekali lagi ia menjawab,
"Empat bu guru," kali ini bocah 5 tahun itu menjawab dengan suara agak pelan.
Gurunya lagi lagi nampak kecewa, menjadikan Kazim mengkerut tak percaya diri. Tapi sebagai seorang pendidik yang baik, sang guru mengerti bahwa tak baik menampakkan kekecewaan pada murid sekecil Kazim. Lalu sang guru mulai berpikir, mungkin karena Kazim kurang suka apel maka ia menjawab dengan salah. Karena Kazim sangat suka strawberry, mungkin ia lebih mengerti kalau soalnya diganti dengan strawberry.
Lalu gurupun bertanya kembali tapi kali ini dengan soal berbeda,
"Baiklah Kazim, kalau sekarang Ibu beri Kazim sebuah strawberry, lalu sebuah lagi dan ditambah sebuah lagi..berapa strawberry milik Kazim sekarang?"
Dengan polos kazim mulai lagi mengitung dengan jari2 mungilnya, dirasa sudah menemukan jawabannya Kazim menjawab,
"Tiga bu guru!" Kali ini, takut-takut Kazim memandang wajah sang guru.
Raut sumringah tampak diwajah gurunya. Merasa berhasil, sang gurupun memuji Kazim yang semula terlihat agak tertekan.
"Bagus Kazim! Bagus sekali, nak! Jawaban kamu benar sekali!" ucapnya gembira,
“Nah, sekarang kalau pertanyaannya diganti seperti tadi, Ibu beri Kazim apel satu, lalu ditambah satu apel lagi dan satu lagi, apelnya Kazim ada berapa?"
Kazim dengan mata berbinar bagaikan seorang pemenang dengan mantap menjawab,
"Empat bu guru..!"
Oh! Jawaban yang membuat raut gembira sang guru seketika berubah, dan membuat mata berbinar sikecil Kazim redup tersapu kekecewaan sang guru.
"Aduh Kazim! Kenapa berbeda jawabannya? Kan soalnya sama saja? Hanya bu guru ganti buah strawberrynya dengan apel??"
Melihat sang guru sangat kecewa, dengan menundukkan kepala Kazim berucap pelan,
"Tapi Bu guru,Kazim sudah punya sebuah apel di tas."
"Kazim, kalau Ibu beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu tambah sebuah lagi, kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi,berapa buah apel yang Kazim punya?" tanya sang guru.
Dengan antusias kazim mulai menghitung menggunakan jari jarinya, khas anak kecil.
Setelah merasa menemukan jawaban yang tepat,dengan mata berbinar Kazim menjawab lantang,
"Empat Bu guru..!"
Ibu Guru mengernyitkan dahi. Tak puas dengan jawaban Kazim, iapun mengulang kembali pertanyaannya,
"Kazim, dengarkan pertanyaan Bu guru baik baik ya? Kalau Ibu beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu tambah sebuah lagi kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi, berapa apel yang Kazim punya?"
Melihat gurunya kecewa atas jawaban pertama yang ia berikan tadi, Kazim berusaha dengan lebih keras menjumlahkan. Jari-jarinya ditekuk kemudian dihitung sambil mulutnya komat-kamit menghitung. Kemudian sekali lagi ia menjawab,
"Empat bu guru," kali ini bocah 5 tahun itu menjawab dengan suara agak pelan.
Gurunya lagi lagi nampak kecewa, menjadikan Kazim mengkerut tak percaya diri. Tapi sebagai seorang pendidik yang baik, sang guru mengerti bahwa tak baik menampakkan kekecewaan pada murid sekecil Kazim. Lalu sang guru mulai berpikir, mungkin karena Kazim kurang suka apel maka ia menjawab dengan salah. Karena Kazim sangat suka strawberry, mungkin ia lebih mengerti kalau soalnya diganti dengan strawberry.
Lalu gurupun bertanya kembali tapi kali ini dengan soal berbeda,
"Baiklah Kazim, kalau sekarang Ibu beri Kazim sebuah strawberry, lalu sebuah lagi dan ditambah sebuah lagi..berapa strawberry milik Kazim sekarang?"
Dengan polos kazim mulai lagi mengitung dengan jari2 mungilnya, dirasa sudah menemukan jawabannya Kazim menjawab,
"Tiga bu guru!" Kali ini, takut-takut Kazim memandang wajah sang guru.
Raut sumringah tampak diwajah gurunya. Merasa berhasil, sang gurupun memuji Kazim yang semula terlihat agak tertekan.
"Bagus Kazim! Bagus sekali, nak! Jawaban kamu benar sekali!" ucapnya gembira,
“Nah, sekarang kalau pertanyaannya diganti seperti tadi, Ibu beri Kazim apel satu, lalu ditambah satu apel lagi dan satu lagi, apelnya Kazim ada berapa?"
Kazim dengan mata berbinar bagaikan seorang pemenang dengan mantap menjawab,
"Empat bu guru..!"
Oh! Jawaban yang membuat raut gembira sang guru seketika berubah, dan membuat mata berbinar sikecil Kazim redup tersapu kekecewaan sang guru.
"Aduh Kazim! Kenapa berbeda jawabannya? Kan soalnya sama saja? Hanya bu guru ganti buah strawberrynya dengan apel??"
Melihat sang guru sangat kecewa, dengan menundukkan kepala Kazim berucap pelan,
"Tapi Bu guru,Kazim sudah punya sebuah apel di tas."