Tuesday, April 21, 2015

Ketika Anak Belajar Sejarah.((Resensi buku Imam Musa Kazhim)

Judul buku : Imam Musa Kazhim 

Penulis       : Anna Rahman, Bintu Ali Bafagih 
Penerbit      : Citra 
Cetakan      : 1, Maret 2015, Jumadil awwal 1436 H
Tebal buku : 100 halaman


Ketika Anak Belajar Sejarah



Ikhtisar Isi Buku
   Allah turun ke bumi menunggangi kuda putih?? Bagaimana itu mungkin? Mengapa bisa timbul pemikiran-pemikiran aneh yang meracuni pikiran ummat Islam kala itu? Mengapa Imam Ja’far as Shadiq meninggalkan surat wasiat yang didalamnya beliau mencantumkan 4 nama selain nama Imam Musa Kazhim, dan diantaranya ada juga nama  khalifah dan walikota Madinah saat itu?

Ternyata sudah banyak sekali aliran-aliran seperti Mu’tazilah, Murji’ah, Qadariyah dan lain-lain yang menjadikan ummat bingung kemana mereka harus pergi sepeninggal Imam Ja’far as Shodiq as. Ternyata ada peristiwa FAKH! Pembantaian keluarga Rasulullah terkeji kedua setelah Karbala!

Banyak sekali fakta sejarah yang disodorkan buku ini. Bukan hanya sekedar pergantian Dinasti Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah yang terjadi saat Imam Musa Kazhim berusia 4 tahun, namun juga bagaimana dakwah santun Imam yang senantiasa hidup dalam tekanan dari masa satu khalifah ke masa khalifah lainnya, hingga bagaimana beliau dipaksa menghabiskan hidupnya dari  penjara ke penjara namun tetap melakukan dakwah diam-diam sampai kesyahidan menjemput.

Begitu menerima buku ini, yang pertama melintas dalam pikiran saya adalah, Akhirnyaaaaaa! Senang? Iya! Mengapa? Yang pertama adalah, agar anak saya lebih mengenal siapa Imamnya, baru satu buku ini yang menceritakan kisah Imam dalam bentuk buku anak berbahasa Indonesia.  Juga karena saya perlu memotivasi anak saya dengan kisah-kisah teladan yang akan membentuk karakternya, sekaligus agar anak gemar membaca hingga terasah ketajaman otaknya. Dan, yang terakhir, ehm! Agak malu ngomongnya, tapi jujur saja, agar anak saya bisa makin berkurang nonton tivinya tanpa harus saya larang, melainkan dari inisiatifnya sendiri.

Alhamdulillah dia suka, mungkin karena bagusnya, dalam buku ini, peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Imam Musa Kazhim  itu, dirangkum dalam bahasa yang mudah dimengerti untuk anak. Tulisan pun dicetak dengan font Arial yang notabene nyaman dimata. Didalamnya juga dilengkapi banyak ilustrasi yang tentu saja meningkatkan minat baca anak.

Kisah-kisah dalam buku ini bisa  dikunyah dengan lembut dan rileks. Nutrisi ilmu didalamya, insyaAllah akan menjadi bekal membangun karakter anak, bahkan saya sendiri. Tidak sabar rasanya menanti buku-buku kisah 14 manusia suci lainnya. (Zaenabya)







Thursday, April 9, 2015

Sayyidah Fathimah dalam Al-Qur'an

Sayyidah Fathimah dalam Al-Qur’an.

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca ……”

Maghali al Syafi’i  mengatakan bahwa kaca yang dimaksud adalah Sayyidah Fatimah (sa), dan pelita yang dimaksud adalah al-Hasan (as) dan al-Husain (as)


وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga dekat akan haknya....” (17 : 26)

Perawi menyebutkan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah saw bertanya kepada malaikat Jibril, Siapakah keluarga dekat yang dimaksud dan apakah hak mereka? Kemudian Jibril menjawab,
“Berikanlah Fadak kepada Fatimah karena itu adalah haknya, dan segala sesuatu yang karena Allah dan Rasulnya telah menjadi haknya Fatimah selain Fadak, percayakanlah juga kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah saw memanggil Fatimah (sa) dan menuliskan sebuak akta hadiah, dan memberikan Fadak kepadanya.
~Tafseer Durre Mansoor (Volume 4 page 177)


إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا -

“Sesungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab: 33)

Al-Tirmizi ibn Mansur, Al Hakim ibn Mardawaih dan Al-Baihaqi dalam Sunannya, semua meriwayatkan bahwa Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad saww mengatakan,
Saat ayat Al Qur’an “ Seungguhnya Allah berkehendak menghilangkan dosa….”  Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ada di rumahku. Rasulullah (saw) menutupi mereka dengan sebuah selimut dan kemudian berkata, Inilah Ahlul-Baytku. Allah menjauhkan segala keburukan dari mereka, serta mensucikan mereka sesuci-sucinya.
~Sahih al Tirmizi, Volume 5 page 328 Hadith no. 3875


Maka barangsiapa membantahmu tentang kisah Isa setelah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya)

 فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ

“Maka, marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah dilimpahkan kepada orang-orang yang dusta.” (Q.S. Ali Imran :61)

Ketika ayat ini turun, Rasulullah saw memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, kemudian bersabda ,
“Ya Allah, mereka ini adalah ahli (keluargaku),”
~Sahih Muslim Volume 15 page 176

http://www.al-islam.org/articles/hazrat-fatima-az-zahra-sa

Wednesday, April 8, 2015

1+1+1= 4 ?????

Di suatu kelas di Taman Kanak-Kanak,seorang murid ditanya oleh gurunya,

"Kazim, kalau Ibu  beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu  tambah sebuah lagi, kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi,berapa buah apel yang Kazim punya?" tanya sang guru.

Dengan antusias kazim mulai menghitung menggunakan jari jarinya, khas anak kecil.
Setelah merasa menemukan jawaban yang tepat,dengan mata berbinar Kazim menjawab lantang,

"Empat Bu guru..!"

Ibu Guru mengernyitkan dahi. Tak puas dengan jawaban Kazim, iapun mengulang kembali pertanyaannya,

 "Kazim, dengarkan pertanyaan Bu guru baik baik ya? Kalau Ibu  beri Kazim sebuah apel, lalu Ibu  tambah sebuah lagi kemudian Ibu tambahkan sebuah lagi, berapa apel yang Kazim punya?"

Melihat gurunya  kecewa atas jawaban pertama yang ia berikan tadi, Kazim berusaha dengan lebih keras menjumlahkan. Jari-jarinya ditekuk kemudian dihitung sambil mulutnya komat-kamit menghitung. Kemudian sekali lagi ia menjawab,

 "Empat bu guru," kali ini bocah 5 tahun itu menjawab dengan suara agak pelan.

Gurunya lagi lagi nampak kecewa, menjadikan Kazim mengkerut tak percaya diri. Tapi sebagai seorang pendidik yang baik, sang guru mengerti bahwa tak baik menampakkan kekecewaan pada murid sekecil Kazim. Lalu sang guru mulai berpikir, mungkin karena Kazim kurang suka apel maka ia menjawab dengan salah. Karena Kazim sangat suka strawberry, mungkin ia lebih mengerti kalau soalnya diganti dengan strawberry.

 Lalu gurupun bertanya kembali tapi kali ini dengan soal berbeda,

"Baiklah Kazim, kalau sekarang Ibu  beri Kazim sebuah strawberry, lalu sebuah lagi dan ditambah sebuah lagi..berapa strawberry milik Kazim sekarang?"

Dengan polos kazim mulai lagi mengitung dengan jari2 mungilnya, dirasa sudah menemukan jawabannya Kazim menjawab,

"Tiga bu guru!" Kali ini, takut-takut Kazim memandang wajah sang guru.

 Raut sumringah tampak diwajah gurunya. Merasa berhasil, sang gurupun memuji Kazim yang semula terlihat agak tertekan.

"Bagus Kazim! Bagus sekali, nak! Jawaban kamu benar sekali!" ucapnya gembira,
“Nah, sekarang kalau pertanyaannya diganti seperti tadi, Ibu  beri Kazim apel satu, lalu ditambah satu apel lagi dan satu lagi, apelnya Kazim ada berapa?"

Kazim dengan mata berbinar bagaikan seorang pemenang dengan mantap menjawab,

"Empat bu guru..!"

Oh!  Jawaban yang membuat raut gembira sang guru seketika berubah, dan membuat mata berbinar sikecil Kazim redup tersapu kekecewaan sang guru.

"Aduh Kazim! Kenapa berbeda jawabannya? Kan soalnya sama saja? Hanya bu guru ganti buah strawberrynya dengan apel??"

Melihat sang guru sangat kecewa, dengan menundukkan kepala Kazim berucap pelan,

"Tapi Bu guru,Kazim sudah punya sebuah apel di tas."

Thursday, April 2, 2015

Ummul Banin Ibunda Abl Fadhl Abbas

Ummul Banin memasuki rumah Imam Ali as dengan kesadaran penuh bahwa sebelum dirinya, Pemimpin wanita seluruh alam, Sayyidah Fatimah az-Zahra sa tinggal di rumah tersebut. Karenanya, begitu ia melangkahkan kaki memasuki rumah, beliau bersumpah akan melayani putra-putri az-Zahra sa, selayaknya budak pada tuannya.

Para perawi meriwayatkan, saat pertama kali dibawa ke rumah Imam Ali as, al-Hasan dan al-Husain sedang sakit. Ummul Banin bersegera merawat mereka dengan penuh ketelatenan dan kecintaan. Ketulusan beliau yang luar biasa ini begitu dihargai oleh putra-putri az-Zahra sa hingga mereka selalu memberi penghormatan khusus kepada hadhrat Ummul Banin.

Empat putra beliau , Abbas, Abdullah, Ja’far dan Usman, kesemuanya syahid bersama Imam Husain as di Karbala.

Sedari kecil Ummul Banin senantiasa mewanti-wanti al-Abbas mengenai kedudukannya dengan Imam Husain as. Beliau selalu berkata,

“Perhatikanlah sikapmu terhadap al-Husain, ingatlah, ia bukan saudaramu melainkan Imam dan Tuanmu, maka selalu tundukkan kepalamu di hadapannya, dan ikutilah ia sampai ajal menjemputmu.”

Saat mendengar kabar bahwa Syimr membuka paksa hijab Sayyidah Zainab as dalam tragedi Karbala, Ummul Banin dilanda kesedihan yang luar biasa atas apa yang menimpa putri az-Zahra yang dicintainya lebih dari nyawanya sendiri itu, dengan diliputi rasa tak percaya ia berkata,

”Dimana Abbas? Bagaimana ia membiarkan hal ini terjadi? Sungguh ia bukan putraku.”

Selang beberapa saat kemudian setelah seseorang memberitahunya bahwa peristiwa itu terjadi setelah kesyahidan al-Abbas barulah Ummul Banin percaya.

Kemuliaan, ketulusan dan kecintaan beliau kepada Ahlul Bayt as, menjadikan setiap Imam suci pada zamannya memuji dan mengagungkan ibunda al-Abbas ini.

Monday, March 30, 2015

Bunga untuk Imam Hasan al-Mujtaba

Suatu hari, seorang budak wanita mempersembahkan setangkai bunga yang indah dan harum untuk tuannya, Imam Hasan al-Mujtaba  (as). Imam menerima bunga itu dengan senang hati, bahkan sangat senang sehingga beliau pada saat itu juga membebaskan si budak wanita. Anas bin Malik yang kala itu berada di sana menjadi heran,

    “Junjunganku, engkau membebaskannya hanya karena hal yang sepele itu? Seseungguhnya aku tidak melihat hubungan antara bunga itu dan kebebasannya.”

Imam menjawab,

“Allah berfirman dalam al-Qur’an, Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). (4:86). Ia telah mengungkapkan penghormatannya dan hal itu harus dibalas dengan cara yang jauh lebih baik, maka aku membebaskannya. (Ahsanul-Muqaal).

Wednesday, March 4, 2015

Kilau Kemuliaan Sang Putri

Yatsrib telah menjadi kota Nabi. Disana muslimin hidup dengan damai dibawah kepemimpinan manusia terarif sepanjang masa. Dibawah kepemimpinan Rasulullah saww, kaum Yahudi dan Nasrani pun boleh tinggal dan hidup berdampingan dengan kaum muslimin Yastrib, yang kini berubah nama menjadi Madinah.

Kala itu, seorang kaya beragama Yahudi merencanakan pernikahan anak perempuannya. Rumah dan halaman megah yang ia miliki, dihias meriah. Cahaya  penerangan berkerlap-kerlip di setiap sudut rumah dan halaman, menambah maraknya suasana. Persiapan pernikahan terencana dengan matang. Tinggal mengirim atau mendatangi tetamu yang hendak diundang.

Si Yahudi juga hendak mengundang putri Nabi Muhammad saw. Ia lalu mendatangi Nabi dan menyampaikan undangannya agar Sayyidah Fatimah mau menghadiri upacara pernikahan anaknya.  Nabi mengatakan kepada Yahudi tersebut untuk meminta izin kepada Ali bin Abi Thalib, karena ia adalah suami Sayyidah Fatimah.

Yahudi pun menghadap Imam Ali as, namun Imam Ali pun tak begitu saja mengiyakan undangan itu. Beliau  meminta Yahudi tersebut menyampaikan langsung undangannya kepada Sayyidah Fatimah sa. Maka  si Yahudi tersebut meminta izin menemui Sayyidah Fatimah untuk  menyampaikan undangannya.

Orang Yahudi itu kemudian menyampaikan undangannya dan Sayyidah Fatimah menjawab bahwa beliau hanya akan pergi apabila Imam Ali mengizinkannya. Yahudi itupun menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah terlebih dahulu meminta izin kepada Nabi dan Imam Ali sebelum ia menemui Sayyidah Fatimah atas saran dari mereka berdua.

Mendengar hal ini, Sayyidah Fatimah kemudian mendatangi Rasulullah saww,

“Wahai ayah, seorang Yahudi memintaku untuk menghadiri pernikahan anaknya.
Bagaimanakah saranmu mengenai hal ini?” tanya Sayyidah Fatimah.

Dengan tersenyum Rasulullah saw menjawab,

“Putriku, engkau bebas untuk menerima ataupun menolaknya,”

“Kehadiranku disana nanti hanya akan dianggap sebagai penghinaan bagi para wanitanya, karena mereka pasti akan memakai pakaian-pakaian mewah lengkap dengan semua perhiasannya. Sedangkan aku hanya memiliki pakaian usang dan penuh tambalan dimana-mana,” ungkap Sayyidah Fatimah.

Beliau bukanlah malu akan pakaian yang dimilikinya, namun keadaan penuh kemewahan yang selalu mewarnai upacara pernikahan kaum kaya, bagi Sayyidah Fatimah bukanlah hal yang menarik untuk didatangi.

Nabi pun menjawab,

“Hadirilah dengan pakaian yang engkau punya sesuai kehendak Allah,”

Maka Sayyidah Fatimah kemudian memutuskan untuk menerimanya, karena hak tetangga adalah untuk memenuhi undangan yang telah mereka berikan.

Tibalah hari pernikahan. Sayyidah Fatimah telah bersiap dengan pakaian yang beliau miliki. Meski pakaian beliau bukan pakaian baru, namun beliau tetaplah sangat cantik.
Ketika bersiap meninggalkan kamar, tiba-tiba turun bidadari bidadari dari surga.
Kamar itu menjadi sangat terang benderang. Bidadari itu membawa sebuah pakaian dari surga, lengkap dengan perhiasannya. Pakaian itu khusus diturunkan Allah untuk Sayyidah Fatimah. Pakaian surga itu begitu indah dan berkilauan. Apalagi setelah dikenakan oleh sang putri, Sayyidah Fatimah. Keindahannya bahkan tak terlukiskan. Bidadari-bidadari yang mengelilingi Sayyidah Fatimah membantu beliau mematut diri.
Sayyidah Fatimah kemudian menuju ke tempat diadakannya upacara pernikahan.
Bidadari-bidadari utusan Allah mengiringi beliau dalam perjalanan. Demi menjaga kehormatannya, sebagian berjalan disebelah kanan Sayyidah Fatimah, sebagian di sebelah kiri, sebagian di depan dan sebagian di belakang sehingga sepanjang perjalanan orang-orang tak bisa melihat langsung kepada Sayyidah Fatimah. Mereka hanya melihat beberapa wanita bercahaya dan cahaya paling terang berada di  ditengah-tengahnya. Iring-iringan itu sedang menuju ke upacara pernikahan putri Yahudi kaya disana.

Tibalah iring-iringan bidadari ini di tempat upacara. Memasuki ruangan yang dikhususkan untuk wanita, keluarga pengantin dan para tamu sontak menjadi gaduh. Semua terpana dan terpesona kepada iring-iringan cahaya putri Nabi tersebut. Sewaktu para bidadari kemudian menepi untuk memberi jalan kepada Sayyidah Fatimah, seluruh ruangan tiba-tiba menjadi sangat terang. Aroma harum memancar dari Sayyidah Fatimah bahkan hingga ke pojok-pojok ruang. Belum lagi kecantikan tak terperi yang dimiliki putri Rasul dalam balutan pakaian surganya sungguh mempesonakan semua yang melihatnya.

Seluruh hadirin kehilangan kata-kata. Mereka serasa tak percaya bahwa yang mereka lihat ini adalah Fatimah binti Muhammad. Putri dari seseorang yang sangat bersahaja dan mengaku dirinya Nabi utusan Allah. Muhammad yang hidup dalam kesederhanaan yang sangat. Beberapa wanita yang hadir bahkan jatuh pingsan tak kuasa menahan keterpanaan akan kecantikan Sayyidah Fatimah dalam pakaian surganya, termasuk sang pengantin.

Selang beberapa saat, semua wanita yang tadinya pingsan itu kemudian sadar kembali, kecuali sang pengantin. Semua berusaha menyadarkan sang pengantin, namun gagal. Bahkan pengantin itu kemudian meninggal dunia. Suasana menjadi riuh. Tangisan dari pihak keluarga mulai terdengar disana-sini. Ada yang menjerit-jerit tak kuasa menahan kesedihan. Suasana pernikahan yang semula ceria berubah menjadi suasana duka penuh tangisan karena kematian pengantin wanita. Sayyidah Fatimah juga bersedih dengan apa yang terjadi. Namun kemudian, dengan kewibawaannya, beliau meminta semua hadirin untuk kembali tenang. Beliau menjanjikan bahwa atas izin Allah SwT Sang Pemilik Kehidupan, pengantin wanita akan hidup kembali.

Sayyidah Fatimah kemudian mendirikan shalat dua rekaat. Dengan bersimpuh, beliau berdoa ke hadirat Allah SwT,

“Wahai Tuhanku, aku adalah putri Nabimu, dan Engkau telah menamaiku Batul as-Shiddiqa, maka demi kedudukan Nabimu, penuhilah janji yang telah aku berikan kepada orang-orang ini. Wahai sebenar-benar Tuhanku, aku adalah putri Nabimu, maka jagalah kehormatanku., Orang orang ini akan menyalahkanku atas kematian pengantin wanita karena ketidak tahuan mereka, dan upacara pernikahan ini akan berubah menjadi upacara kematian ”

Doa Sayyidah Fatimah langsung terijabah. Sang pengantin wanita tersadar kembali. Sayyidah Fatimah saat itu masih dalam posisinya berdoa. Begitu membuka mata, pengantin wanita itu tiba-tiba mengucapkan sholawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya, seolah sudah ada yang mengajarinya untuk hal itu. Kemudian ia berdiri menghadap kearah Sayyidah Fatimah dan mengucapkan,

“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, dan engkau adalah putri dari Nabi kami tercinta. Aku memohon kepadamu, sucikanlah aku dan ajarkan agama kepadaku,” mohon pengantin wanita itu kepada Sayyidah Fatimah. Ia kini memeluk Islam dengan sepenuh hati.

Para tetamu yang hadir disitu, terpana melihat apa yang terjadi. Di depan mata mereka sendiri, mereka menyaksikan mukjizat Sayyidah  Fatimah sa. Mereka semua kemudian juga turut memeluk Islam mengikuti sang pengantin wanita. Bahkan beberapa laki-laki yang tadi ikut masuk saat mendengar kabar kematian pengantin wanita, juga ikut memeluk Islam.  Sejarah meriwayatkan, sekitar 500 orang Yahudi, laki-laki, perempuan termasuk anak-anak, masuk Islam pada hari itu.



Thursday, February 26, 2015

Wanita Mulia Berlisan Ayat-Ayat Suci Al-Qur’an

Abdullah bin Mubarak meriwayatkan,  Saat itu, aku tengah berada dalam sebuah perjalanan dan melewati gurun pasir. Dari jauh aku melihat seorang wanita berjalan sendirian, dan kusadari bahwa wanita itu tertinggal dari karavannya.

Akupun kemudian mendekatinya dan bertanya,

“Siapakah anda? Dan darimana anda berasal?”

Wanita itu kemudian menjawab dengan sebuah ayat al-Qur’an,

 “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun-alaikum. (Qur’an, 6:54)”


Kala itu aku berpikir bahwa wanita tersebut ingin aku mengucapkan salam terlebih dahulu kepadanya, kemudian baru ia akan menjelaskan siapa dirinya. Akupun melakukan seperti apa yang ia inginkan. Kemudian aku  menanyakan penyebab keberadaannya di tengah-tengah gurun pasir ini. Wanita itu menjawab,
  

“Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya! (Qur’an, 39:37)” menunjukkan bahwa wanita ini sebenarnya tidaklah tersesat.

Mendengar jawaban itu, aku kembali bertanya,

“Anda dari golongan manusia ataukah bangsa jin?”

Lagi-lagi ia menjawab dengan ayat al-Qur’an,

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, (Qur’an, 7:31)”

Dari jawaban itu, aku memahami bahwa ia adalah seorang manusia, kembali kulanjutkan pertanyaanku,

“Darimanakah anda berasal?”

“Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh. (Qur’an, 41:44)”

“Dan kemana tujuan anda?”

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,(Qur’an,3:97)” jawabnya, menyiratkan bahwa tujuannya adalah ke Makkah untuk berhaji.

Wanita itu menjawab semua pertanyaan dengan ayat al-Qur’an. Aku kemudian menanyakan kepadanya mengenai  berapa lamakah ia telah  melakukan perjalanan.

Dan ia menjawab,

“Dan sesungguhnya, telah Kami ciptakan langit dan bumi, dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, (Qur’an, 50:38),” menyiratkan telah enam hari lamanya ia melakukan perjalanan.


Melihat keadaannya, aku kemudian menanyakan,

“Apakah anda lapar?”

“Dan tidaklah Kami jadikan mereka (para rasul-Nya), (memiliki) tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, (Qur’an, 21:8),” jawabannya mengiyakan pertanyaan itu.


Aku kemudian memberi wanita itu makanan. Wanita itu dengan tenang menyelesaikan makannya. Saat itu, aku memintanya untuk sedikit cepat supaya kami bisa mengejar karavannya. Padang pasir yang begitu luas tak urung sedikitnmenimbulkan kecemasan bila harus tertinggal jauh. Namun wanita itu menjawab,

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qur’an, 2;286) ”


Setelah makan, aku  memintanya untuk duduk diatas unta, dibelakangku agar mudah segera menyusul karavan, namun lagi-lagi dengan ayat al-Qur’an wanita tersebut berkata,

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.  (Qur’an, 21:22)

Aku seperti disadarkan bahwa kami bukan suami istri jadi hal itu terlarang bagi kami berdua untuk duduk diatas unta bersamaan. Lalu akupun turun dan menolongnya menaiki untaku. Saat ia telah duduk diatas unta, iapun berkata,

“Maha Suci Dia yang telah menundukkan (binatang) ini bagi kami (untuk dimanfaatkan) (Qur’an, 43:13)”


Setelah beberapa lama dalam perjalanan, kamipun berhasil menyusul karavan, aku bertanya kepadanya,

“Apakah anda mengenal salah seorang dari mereka?”

Wanita itu menjawab,

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) dimuka bumi, (Qur’an, 38:26),”

 “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, (Qur’an, 3:144),”

“Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh! (Qur’an:19:12),”

“Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, (Qur’an, 27:9)”

Aku kemudian memanggil empat nama yang disebut wanita itu. Sesaat kemudian 4 orang pemuda keluar dari karavan. Melihat kami, mereka segera  berlari menuju wanita yang bersamaku. Aku menanyakan siapakah mereka ini  kepada wanita tersebut dan ia menjawab,


“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, (Qur’an, 18:46)”


Aku menyadari bahwa mereka adalah anak-anaknya. Wanita itu kemudian menengok ke arah anak-anaknya dan berkata,

“Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Qur’an, 28:26)”

Wanita itu seperti menjelaskan kepada mereka bahwa aku telah menolongnya. Ia kemudian berkata lagi kepada anak-anaknya,

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Qur’an 2:245)”

 Para pemuda putra wanita tersebut mengerti petunjuk yang diberikan ibunya dan memberiku imbalan sebagai tanda balas jasa. Penuh ingin tahu, Aku bertanya kepada mereka siapakah wanita mulia ini, dan mereka menjawab,

“Ia adalah ibu kami, FIDDHAH, pelayan Sayyidah Fathima azZahra sa. Dan ia tidak berucap sepatah katapun melainkan ayat suci al-Qur’an semenjak 20 tahun terakhir.”


*Disarikan dari tulisan Abul Qasim al-Qashiri melalui riwayat Abdullah bin Mubarak.*


Fiddhah ra. adalah seorang budak kulit hitam dari Ethiopia. Saat umur sebelas tahun ia didatangkan ke Arabia. Nabi suci Muhammad saw lalu membeli dan lantas membebaskan Fiddhah  hingga ia menjadi wanita muda yang merdeka. Namun Fiddhah tak ingin jauh dari keluarga Nabi saww. Fiddhah lalu menjadi pembantu rumah tangga di rumah Sayyidah Fatimah Zahra sa.


Sayyidah Fatimah selalu membagi pekerjaan rumah antara diri beliau dan Fiddhah. keimanan Fiddhah semakin bertambah selama tinggal bersama keluarga kenabian. Ia juga menjadi sangat mengerti al-Qur’an dengan sepenuh hati. Fiddhah pun turut serta mendapat kehormatan ikut berpuasa bersama Ahlul Bayt as, dalam puasa nadzar Imam Ali as dan Sayyidah Fatimah sa atas kesembuhan dua putra suci mereka dari sakitnya. Ia ikut berpuasa dan turut serta pula memberikan jatahnya berbuka untuk orang miskin, anak yatim, dan tawanan selama 3 hari berturut-turut, dimana peristiwa itu diabadikan oleh Allah SwT dalam Kitab suci al-Qur’an, surat ad-Dahr (surat al-Insan) ayat 76.


Fiddhah bahkan sangat setia hingga ia pun turut mengikuti rombongan Imam Husain as ke Karbala, dan setia bersama Sayyidah Zainab sa melewati semua penderitaan bersama AhlulBayt Nabi dalam perjalanan karavan tawanan suci dari Karbala ke Syam.